Senin, 19 Oktober 2015

Bukan Menjadi Alasan untuk Dibakar, Bila Gereja Tak Memiliki IMB


Anggota Komisi Agama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Maman Imanulhaq, menyampaikan ketidakadaan izin membangun bangunan (IMB) suatu gereja tak dapat jadikan argumen orang-orang untuk lakukan tindak kekerasan atau main hakim sendiri. Apabila keberatan dengan kehadiran suatu rumah beribadah, orang-orang semestinya ambil langkah hukum dengan melaporkan ke pengadilan.

“Alasan ketidakadaan IMB gereja tak dapat pula jadikan dalih untuk kekerasan serta main hakim sendiri. Bila keberatan dengan kehadiran gereja dapat diserahkan ke pengadilan, ” ucap Maman dalam pesan singkat pada satuharapan. com, di Jakarta, hari Kamis (15/10).

Terutama, dia meneruskan, Pasal Nomer 14 Ketentuan Berbarengan Menteri Agama serta Menteri Dalam Negeri Th. 2006 terang menyampaikan, bila keadaan objektif komune memerlukan rumah beribadah serta mereka belum dapat penuhi kriteria yang dimaksud, pemerintah daerah harus memfasilitasi mereka supaya dapat menggerakkan ibadahnya, bukanlah jadi memfasilitasi warga membongkar atau membakarnya.

“Adanya gereja tanpa ada izin tidaklah lantaran kesengajaan, ini lebih lantaran regulasi serta fasilitasi negara yg tidak adil. Bahkan juga, banyak gereja yang telah berusaha berpuluh-puluh th. mengatur IMB hinga sekarang ini belum sukses, ” kata Maman.

Difasilitasi Negara

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga menyesalkan tindakan pembakaran gereja di Desa Sukai Makmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Propinsi Daerah Istimewa Aceh, yang dikerjakan beberapa massa berikat kepala putih, hari Selasa (13/10) siang.

Dia menyatakan peristiwa kekerasan turut difasilitasi oleh negara, lantaran perjanjian yang di buat oleh Bupati Aceh Singkil serta Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) berbarengan beberapa organisasi orang-orang sekian waktu pada awal mulanya yaitu suatu fasilitasi negara yang memperkenankan orang-orang sipil memakai kekerasan.

“Negara tak ada saat kekerasan serta pembakaran gereja itu berlangsung. Argumen aparat yang kurang jumlahnya dibanding dengan jumlah massa tak masuk akal, lantaran telah beredar info berhari-hari pada awal mulanya. Jadi memanglah berlangsung pembiaran yang systematis oleh negara, ” tutur dia.

Maman memiliki pendapat bentrokan yang berlangsung adalah resiko saat orang-orang dilewatkan main hakim sendiri. Semestinya, pemerintah dapat mengambil sikap tegas, karena yang memiliki hak memakai alat pemaksa serta kekerasan cuma negara.

Negara juga semestinya dapat menindak semua bentuk kekerasan yang berlangsung atas nama agama. Dalam bentrokan yang berlangsung di Kabupaten Aceh Singkil, warga gereja ada pada posisi menjaga diri atas serangan yang berlangsung.

Dia juga menyampaikan yang perlu di ketahui yaitu orang-orang suku Pakpak telah ada di Kabupaten Aceh Singkil jauh saat sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Kabupaten Aceh Singkil yaitu daerah ulayat hak orang-orang kebiasaan Pakpak.

“Jadi semestinya mereka memiliki hak bangun rumah beribadah disana, tanpa ada mesti ada yang mempersoalkannya. Walau Kabupetan Aceh Singkil masuk lokasi administratif Daerah Istimewa Aceh, namun telah berapa generasi didiami oleh suku Pakpak, ” papar Maman.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Soccer Ball 4